Selamat Datang di Website resmi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Timur
Selasa, 28 Agustus 2012 10:23

Namanya Desa Pulo. Letaknya di Kecamatan Tempeh, Kab. Lumajang. Meski statusnya desa, tetapi desa ini jumlah penduduknya boleh dibilang cukup padat. Jarak satu rumah dengan rumah lainnya saling papat seperti di perkotaan. Hamparan sawah juga sedikit. Akibat dari semua itu, harga tanah di Desa Pulo cukup mahal, setidaknya dibandingkan desa-desa lain di Kecamatan Tempeh.

 

Saat ini jumlah penduduk Desa Pulo sebanyak 9.923 jiwa sedangkan luas wilayahnya 350 hektar. Desa ini terdiri atas enam dusun, yaitu Dusun Mumbulsari, Pulo Krajan, Gumukmas, Dawuhan, Ringin Cilik dan Gentengsari. Jarak dengan Kota Lumajang sekitar 15 km dan dari ibu kota kecamatan sekitar 3 km.

Desa Pulo dulunya tergolong desa Inpres Desa Tertinggal (IDT). “Dulu desa kami ini desa IDT. Desa miskin. Ini karena pendidikan masyarakatnya rendah, motivasi bekerja juga kurang. Tetapi sekarang Desa Pulo sudah tidak lagi masuk desa IDT,” kata Buarso, Kepala Desa Pulo ketika ditemui Gema Desa di ruang kerjanya.

Desa Pulo bisa berubah dan padat karena hampir semua penduduknya bermatapencaharian di desanya sendiri. “Kalau boleh di bilang, tidak ada orang Tempeh, khususnya anak-anak mudanya, yang kerja ke luar desa. Semua kerja di sini karena lapangan kerja di sini terbuka lebar,” kata Buarso.

Maklum saja, Desa Pulo adalah sentra kerajinan emas dan perak di Kabupaten Lumajang. Status sebagai sentra kerajinan perak dan emas sudah cukup kondang. Hampir sebagian besar penduduknya bekerja sebagai perajin emas dan perak, baik sebagai pengusaha maupun buruh.

Patut dibanggakan, dari Desa Pulo lahir perajin-perajin emas dan perak handal. Keterampilan itu secara turun temurun. Kehandalan sebagai perajin itu menjadikan perajin emas/perak dari Desa Pulo disegani oleh kalangan perajin serupa di daerah lain. Umumnya perajin di Desa Pulo sudah menjadi perajin sejak duduk di bangku SD. “Di sini perajin yang tua mengajari anak-anak muda,” kata Buarso.

Perajin emas/perak di Desa Pulo dibagi dalam kelompok-kelompok perajin. Di Desa Pulo terdapat empat kelompok perajin, di mana-mana masing-masing kelompok beranggotakan 14 orang perajin. Satiap perajin paling sedikit mempekerjakan tiga orang karyawan.

Produk kerajinan emas dan perak Desa Pulo tidak saja dipasarkan di Lumajang, namun juga di luar Lumajang, bahkan luar negeri. Sebagian besar ke Bali. Ketika terjadi krisis moneter akhir tahun 90-an perajin di Desa Pulo boleh dibilang jaya. “Mereka punya stok banyak, harga lama, tapi kemudian harga emas di pasaran melonjak,” kata Buarso.

Tetapi tak lama kemudian, ketika terjadi bom Bali I disusul bom Bali II, pasar di Bali langsung terjun bebas. Banyak yang gulung tikar. Namun lambat laun, seiring dengan membaiknya perekonomian nasional, mereka bangkit lagi. Perlahan-lahan perajin emas dan perak di Desa Pulo tumbuh lagi sampai sekarang.

Produk kerajinan emas/perak Desa Pulo bentuknya macammacam, mulai dari cincin, gelang, anting dan kalung, untuk orang dewasa dan anak-anak. Motifnya beragam. Hampir setiap perajin mempunyai motif khas sendiri-sendiri, dan kebanyakan atas pesanan toko emas. Sedangkan untuk perak, selain membuat motif sendiri, juga berdasarkan pesanan.

 

Berdagang Sendiri

Salah seorang perajin di Desa Pulo adalah Slamet Yudiskus Hasibuan (39). Perajin yang tinggal di Dusun Gentengsari ini sudah menekuni kerajinan perhiasan emas sejak tahun 2003. Mulanya dia bekerja di perajin lain di desanya dan sempat bekerja di pabrik emas di Surabaya. Saat ini Mamek, begitu Slamet biasa disapa, sekarang mempekerjakan tujuh orang karyawan yang tak lain adalah warga Desa Pulo.

Mamek memproduksi anting, gelang dan cincin untuk orang dewasa dan anak-anak. Perhiasan emas yang diproduksi Mamek berupa emas 24 karat dengan kadar bervariasi. Paling ringan beratnya 2 gr dan paling berat 10 gr. “Kadar emas biasanya berdasarkan permintaan pesanan toko emas,” kata Mamek.

Produk kerajinannya, selain dipasarkan sendiri, juga melalui sales yang memasarkan hingga ke Banyuwangi dan Probolinggo. “Sebagian besar melayani pesanan toko emas,” katanya. Pasar kerajinan emas paling ramai adalah saat musim panen, khususnya panen tebu, dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Soal bahan baku, menurut Mamek, sejauh ini tidak ada masalah. Bahan baku malah bisa didapat di toko-toko emas di Desa Pulo. Bahan Edy Irawan baku itu berupa emas batangan 24 karat dengan kadar 30%. Mamek biasanya membeli sesuai kebutuhan, yaitu seringkali 60 gr dengan harga Rp 30 juta. Dari batangan tersebut lantas dilebur lalu dicetak berdasarkan bentuk dan motif.

Karyawannya bekerja borongan dan bekerja berdasarkan tim. Satu tim terdiri atas dua orang. Satu tim ini dalam tiga hari harus bisa membuat emas, anting dan gelang sebanyak 1 ons. “Pokoknya tiga hari harus bisa membuat sedikitnya 1 ons,” kata Mamek. Ongkos berdasar gram. Untuk satu gram Mamek memberi ongkos Rp 8.000.

Lain Mamek, lain pula Edy Irawan (39), perajin perak yang tinggal di Dusun Pulo Krajan. Melalui Edy Java sejak tahun 2005 Edy bekerjasama dengan pengusaha perhiasan perak dari Belanda, namanya Edwin. Dalam kerjasama tersebut Edy hanya fokus membuat gelang perak berbagai model untuk pria maupun wanita.

Sedikitnya 50 model gelang yang dibuat Edy. Seminggu sekali gelanggelang ini dikirim ke Krobokan, Bali, untuk kemudian diterbangkan ke Belanda. Dari Belanda perak produk Edy dipasarkan ke seluruh dunia. Dalam sekali kirim ke Bali bisa 40 sampai 50 kg gelang siap pakai dengan harga Rp 10 ribu/gram.

Saat ini Edy mempekerjakan 35 orang karyawan yang bekerja mulai Pk. 08.00 sd 16.30, sedangkan pekerja luar 10 orang. Ongkos kerja borongan. Satu orang karyawan dalam sehari rata-rata bisa membuat tiga biji gelang di mana untuk satu biji gelang dibayar Edy Rp 50 ribu. “Karyawan kami biasa bekerja lembur, bahkan sampai jam 12 malam,” kata Edy.

Diceritakan Edy awal perkenalannya dengan Edwin. Waktu itu Edy tinggal di Sanglah, Denpasar. Bersama istrinya, di kos-kosan dia membuat kerajinan emas. Bahan bakunya membeli emas batangan di toko emas lalu dilebur dan dibuat perhiasan berdasarkan motifnya. A

Suatu hari seorang tetangga di Bali, Hany, menyuruh Edwin membuat gelang perak berdasarkan pola yang sudah ada. Langsung saja Edy membuat. Setelah jadi gelang perak buatan Edy tersebut lantas dibawa Hany.

Tak lama kemudian Hany datang dengan Edwin. Sejak itu Edy dipercaya Edwin membuat perhiasan perak. “Saya kemudian pulang ke Lumajang, merekrut tenaga kerja di sini. Sebetulnya saya bisa saja membuka di Bali, tetapi saya lebih memilih kembali ke kampung halaman,” ujarnya. Edwin memberi Edy modal kerja Rp 12 juta yang kemudian dibelikan alat-alat kerja seperti dynamo, mesin poles, penggilingan perak dan kompresor. Edy menggunakan rumahnya sebagai tempat kerja. Sedangkan bahan baku, Edy dipasok dari Bali, yaitu perak berupa butir-butiran kecil.

Sampai sekarang hubungan kerja Edy dengan Edwin berjalan baik. “Saya berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan Edwin,” kata Edy. Karena itu Edy pantang memproduksi gelang dengan model serupa lalu diam-diam memasarkan sendiri. (res)

GEMADESA Edisi Juli 2012

 

Arsip

Pengunjung Online

Pengguna online 100 tamu
mod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_countermod_vvisit_counter
mod_vvisit_counterHari ini12014
mod_vvisit_counterKemarin10982
mod_vvisit_counterMinggu ini53513
mod_vvisit_counterMinggu lalu46400
mod_vvisit_counterBulan ini127016
mod_vvisit_counterBulan lalu102118
mod_vvisit_counterTotal29050320

Pencarian

Kalender

April 2024
SSRKJSM
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930

Survey Polling

Bagaimana Kelengkapan Informasi Web DPMD Prov Jatim ?
 
Copyright © 2009 - 2024 DPMD Provinsi Jawa Timur All Rights Reserved.