Selamat Datang di Website resmi Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Timur

Profil Tokoh

Limbah sampah yang kerap dianggap sesuatu tak berguna kini menjadi barang berharga.

Salah seorang dosen Insitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Dr Bambang Sudarmanta ST MT, berhasil menemukan cara mengolah sampah menjadi tenaga pembangkit listrik, atau yang disebutnya sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTsa). Dosen D3 Teknik Sipil ITS ini mengaku idenya berawal ketika melihat banyaknya tumpukan sampah di sekitar kampus ITS. Jumlah sampah yang dihasilkan sivitas akademika ITS cukup tinggi. Dalam sehari saja petugas kebersihan dapat mengumpulkan dua hingga empat meter kubik sampah organik maupun non-organik. Jumlah sebesar itu tentunya cukup berpotensi besar bila dikelola dengan baik,’’ katanya belum lama ini. Melihat kondisi itu tercetuslah ide untuk membuat pembangkit listrik bertenaga sampah agar lingkungan di kampus ITS tetap bersih, bebas dari sampah. Guna mewujudkan mimpinya, sehari-hari waktunya dihabiskan dalam rumah kompos kampus ITS Surabaya. Di ruang kerjanya di laboratorium Teknik Pembakaran dan Bahan Bakar, Bambang merancang terobosan baru menjadikan sampah sumber tenaga listrik. Bagaimana proses kerjanya? Proses pengolahan sampah untuk menjadi energi listrik sendiri melalui program pengolahan sampah di ITS akan dilakukan dengan tiga cara, yakni pembakaran, gasifi kasi dan fermentasi. Pada proses pembakaran, sampah yang telah dipilah akan dikelompokkan dalam beberapa kategori. Lalu panas dari pembakaran - hingga mencapai 600 bar - tersebut dialirkan ke turbin untuk menggerakan generator dan menghasilkan listrik. Sampah anorganik yang tidak bernilai ekonomis akan dibakar dalam insenerator dan dimanfaatkan untuk memanaskan ketel. ‘’Prinsip kerja dari PLTSa sendiri hampir sama dengan PLTU. Bedanya, bahan bakar PLT-Sa bukanlah batu bara melainkan sampah,’’ jelasnya. Cara lain yang bisa dilakukan  adalah dengan metode gasifi  kasi. Metode ini berbeda dengan metode sebe-lumnya karena tidak dilakukan pembakaran. Dalam metode ini, sampah yang berupa biomassa akan diubah menjadi synthetic gas yang kemudian akan dimurnikan kembali. Gas yang telah dimurnikan tersebut akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel atau mesin bensin.Selain dua cara tersebut, Bambang dan timnya juga telah mengembangkan metode lain, yakni metode fermentasi. Diakui olehnya, metode ini belum pernah diterapkan pada sampah. Untuk 4 sampai 6 jam beroperasinya, alat pembangkit listrik tenaga sampah ini dapat menghasilkan energi listrik sebesar 2 kilo watt dan listrik tersebut dapat langsung digunakan dan juga bisa disimpan dalam baterai atau aki (accu) untuk penerangan malam hari. Menurut Bambang, dari empat meter kubik sampah kering bisa menghasilkan dua hingga tiga kilowatt tenaga listrik. Daya itu cukup untuk menerangi sepanjang jalan asrama mahasiswa ITS selama dua jam. ‘’Ada sebelas tiang lampu di asrama mahasiswa dengan kebutuhan daya sebesar 125 watt tiap lampunya,’’ jelas Bambang. Rencana ke depan listrik yang dihasilkan oleh pembangkit listrik tenaga sampah ITS ini akan digunakan untuk sumber energi lampu di kawasan kampus ITS. Selama pembuatan alat ini, Bambang sudah menghabiskan dana hingga Rp 200 juta. Pastinya dana sebesar itu tidak berarti dibanding hasilnya, yaitu pemanfaatan sampah menjadi tenaga listrik yang berguna bagi orang banyak.  PLTSa hanya menggunakan sampah non-organik. Sampah jenis organik dialihkanuntuk proses composting. Awalnya, sampah organik yang sudah ditimbun dihancurkan menggunakan mesin diesel. Baru kemudian ditimbun kembali sekitar 15 hingga 20 hari. Untuk mempercepat proses pengomposan, di bawah tempat penimbunan disisipkanpipa paralon sebagai saluran udara yang nantinya akan dialiri oksigen. ‘’Hasil pengomposan sampah organik tersebut digunakan sebagai pupuk. Tanaman di ITS tak lagi menggunakan pupuk buatan dan pestisida,’’ tambahnya.

 

Eco-Campus

PLTSa karya Bambang diluncurkan bersamaan dengan program Gugur Gunung tahap 3 (G2.3) dikampus ITS. Pelaksanaan kegiatan yang merupakan rangkaian program Eco Campus tersebut digelar secara serentak di semua unit, jurusan, dan biro di lingkungan ITS. Gugur Gunung 1 (G2.1) diselenggarakan untuk mengukuhkan kampus ITS sebagai daerah yang berbasis eco-campus. Sementara G2.2 difokuskan pada bersih- bersih di tiap unit dan jurusan, disertai penanaman 830 bibit pohon terdiri dari pohon matoa, sukun, mahoni, dan mangga, juga agar menjadi kebiasaan dan ITS menjadi sadar budaya eco-campus. ‘’Untuk G2.3 kali ini juga melanjutkan kegiatan pada tahap-tahap sebelumnya yang diharapkan semakin menegaskan budaya eco-campus bagi seluruh warga ITS,’’ tutur ketua pelaksana G2.3, Tatas, ST, MT. Menurut dia, G2.3 juga difokuskan pada biodiversity, yaitu program konservasi atau perlindungan satwa burung di kampus ITS, sehingga kawasan ITS nantinya bisa menjadi rumah bagi burung- burung liar tersebut. ‘’Kalau burung-burung tersebut mendapat rumah yang nyaman dan aman, tentunya bisa membantu perkembangbiakan mereka dengan baik, karena itu ada larangan penangkapan burung di area kampus ITS,’’  katanya. Selain penanaman pohon dan pelepasan ratusan burung merpati dan bondol, kegiatan itu juga diramaikan dengan uji emisi kendaraan di lingkungan ITS. Konsep kampus yang peduli dan berwawasan lingkungan juga ditunjukkan dengan rencana  meniadakan pendingin ruangan atau AC di gedung perkuliahan. “Kami sebisa mungkin menghindari penggunaan AC. Minimal kita akan mengurangi AC dalam setiap gedung di ITS. Nanti kalau hutan kampus makin lebat, tak perlu pendingin ruangan ini,’’ kata Koordinator Program Eco Campus ITS Achmad Rusdianyah. Peniadaan AC ini telah dilakukan pada gedung-gedung perkuliahan di kampus PENS ITS. Hampir di semua gedung ini didesain tanpa instalasi pendingin ruangan. ‘’Buktinya tanpa AC pun, gedung kuliah PENS sejuk. Udara segar masuk melalui fentilasi gedung. Ini ramah lingkungan. Kalau hutan kampus makin bagus, udara makin segar,’’ tambah Rusdiansyah. Namun, ia mengakui, langkah non AC tak mungkin diterapkan di seluruh gedung di kampus tersebut. Akan tetapi, ke depannya, setiap gedung baru ITS tak akan dilengkapi dengan pendingin ruangan. Mendukung konsep eco campus ITS. Total lahan ITS 185 hektar harus dimaksimalkan demi kelestarian lingkungan. “Kami sudah menyiapkan masterplan gedung-gedung perkuliahan di ITS yang berkonsep green building. Seluruh infrastruktur kampus akan berbasis dan berbudaya lingkungan,” jelasnya. Setidaknya, dalam empat tahun ke depan, infrastruktur yang berkonsep green building itu sudah bisa diimplementasikan di ling kungan kampusnya. Antara lain, seprti desain standar green building, green infrastructure serta sistem drainase yang ramah lingkungan. Masterplan berbasis eco campus ini diadopsi untuk mencegah pemborosan energi di ITS.  Dalam hitungan Rusdiansyah, ITS setiap tahun membayar Rp 6 miliar untuk listrik. Artinya, setiap bulan harus dikeluarkan dana sebesar Rp 500 juta untuk listrik saja. “Akan banyak program ITS untuk menciptakan budaya lingkungan. Kami akan tempatkan setiap program ecocampus sebagai prioritas. Melestarikan dan membudidayakan lingkungan sehat dan berkelenjutan,’’ pungkas Rusdiansyah.(sal)

-i-

 
Copyright © 2009 - 2024 DPMD Provinsi Jawa Timur All Rights Reserved.